Pertama, film ini dimulai tanpa ada bumper apapun, gak ada tulisan apapun, gak ada alarm, bahkan kita gak tau film ini sudah mulai atau masih salah satu iklan Demokrat di bioskop. Ceritanya berawal beberapa jam setelah insiden penyerbuan gedung di The Raid pertama. Jika di The Raid pertama penyerbuan selesai pada sekitar siang hari, The Raid 2 menyambung pada kejadian-kejadian di sore harinya dengan beberapa eksekusi. Rama (Iko Uwais) terpaksa menyamar dan masuk ke jaringan mafia Jakarta untuk melindungi keluarganya. Dari situ, dia harus bertahan hidup di tengah-tengah peperangan antar geng.
Berbeda dari film sebelumnya, The
Raid 2 lebih kaya akan plot dan penonton akan dibuat mengerti, gambaran yang
lebih besar dari The Raid pertama. Perang antar geng, perebutan kekuasaan, dan
dendam menjadi kemasan dari berbagai gerakan bela diri nusantara yang
dipertunjukkan. Alur maju-mundur yang ditampilkan pada sekitar seperempat
bagian pertama dikemas dengan superb untuk memperkenalkan beberapa karakter
utama di film ini. Kompleksitas cerita di The Raid 2 juga sangat menghibur dan
gak terkesan monoton. Iko Uwais yang berperan sebagai Rama masih memperlihatkan
gerakan-gerakan bela diri yang fantastis. Jadi tetap, seperti The Raid pertama,
penonton bakal kesulitan bernafas dengan jeda kebrutalan yang rapat.
Jangan
harap tokoh antagonisnya akan seperti
Tama (Ray Sahetapi) yang punya kegilaan seperti Joker. Gareth Evans gak
terjebak pada kesuksesan membentuk karakter Tama dan membuat karakter-karakter
antagonis yang berbeda lainnya. Sebut saja Bejo (Alex Abbad), bos pincang yang
selalu mengumbar ambisi untuk melewati batasan, Bangun (Tio Pakusadewo),
pemimpin keluarga mafia yang sangat cool, hingga Topan (Epy Kusnandar), pemilik
perusahaan video porno dan mungkin sebagai ice breaking pertama dari berbagai adegan
laga sebelumnya. Tentu jangan lupakan duo karakter yang menurut gue diciptakan dari sebuah
kecerdasan yang langka, Hammer Girl (Julia Estelle) dan Baseball Bat Man (Very
Tri Yulisman). Kedua karakter tersebut mencuri perhatian dari hiruk-pikuk
perang antar geng. Jika Mad Dog di film pertama adalah headliner, di sini Yayan
Ruhian memerankan tokoh yang lebih membumi, Prakoso. Sama-sama pembunuh yang beringas,
tapi pada Prakoso lebih terlihat kerapuhan manusiawinya -- dan dia punya selera
wanita yang bagus.
Adegan
pengejaran mobil di film ini adalah yang terbaik yang pernah gue tonton! Di sini
gak cuma terlihat mobil saling bertabrakan, terguling, kaca pecah, orang pindah
mobil, dan lain sebagainya. Adegan Rama berkelahi dalam mobil yang cukup
panjang membuatnya terlihat sangat realistis. Dari sisi sinematografi, adegan
ini kaya dengan berbagai angle kamera, membuat penonton dapat melihat adegan
pengejaran dengan lebih komprehensif. Penonton akan dibuat terheran-heran
dengan beberapa momen “bagaimana mereka membuat adegan itu?!”. Tapi mungkin
pertanyaan yang paling mengherankan adalah, bagaimana mereka membuat jalanan
Jakarta “sesepi” itu?
Ada beberapa
flaw yang cukup menggelitik seperti: hei, Rama punya kakus sendiri di selnya,
untuk apa dia ke buang air di luar dan akhirnya membuat dia dikeroyok? Kemudian,
entah apa yang datang ke pikiran gila-absurd-nan-cerdas Gareth Evans untuk
membuat latar paling ‘random’ di film ini dan mungkin film Indonesia lainnya, salju
di Jakarta. Awalnya gue mengira, film sedang menceritakan adegan di Jepang,
tapi kemudian terlihat gerobak "Lomie Ayam". Lalu, yang cukup mengganggu, latar musik
dengan intro yang aneh saat Rama tiba di apartemen barunya dan mengganti sim
card handphone-nya. Terakhir, sub judul Redemption kayaknya lebih tepat disematkan di film kedua ini
How Brutal is it?
Seperti yang gue bilang
sebelumnya, bernafas menjadi kegiatan paling langka saat nonton film ini.
Beberapa formula kebrutalannya masih sama dengan The Raid pertama, tetapi
banyak hal-hal baru di film kedua. Mungkin bisa gue sebutkan beberapa di
antaranya, luka tusukan yang terlihat jelas dari lubang pagar, sayatan yang
dalam dan lama, tubuh terlindas mobil, kepala pecah ditembak, dan lainnya. Tentang
kepala pecah, kalian pasti pernah menonton Terminator 2: Judgement Day, di mana
kepala T-1000 terbelah ditembak Schwarzenegger. Jika pada Terminator yang
terlihat di kepala T-1000 adalah zat seperti logam cair, pada The Raid isinya
adalah...ya isi kepala.
Secara keseluruhan, ini adalah
film yang sangat harus ditonton para pencari ketegangan atau vampir haus darah.
Film ini adalah sebuah Monalisa, Concorde, pendaratan pertama di bulan, karya
yang patut dibanggakan oleh Gareth Evans dan mungkin perfilman Indonesia. Sebuah
karya sadis yang entah bagaimana Gareth Evans atau orang lain akan menyaingi
atau melebihinya lagi, tapi jika ada tentu akan luar biasa. Terakhir, saya
turut berduka untuk para korban yang tewas mengenaskan di film ini demi
menghibur penonton, baik polisi ataupun para kriminal. Pada saat melahirkan,
ibu kalian tentu tidak menyangka dan tidak ingin anaknya menjadi kriminal dan
mati secara mengenaskan. Istri dan anak kalian yang menunggu di rumah pasti tidak ingin bapaknya mati
dengan kepala pecah berlumuran darah akibat dijedotkan ke tembok atau lantai
berulang kali. Well, paling tidak
kematian kalian SPEKTAKULER!