Minggu, 30 Maret 2014

The Raid 2: Siapa yang Butuh Bernafas?



        Pertama, film ini dimulai tanpa ada bumper apapun, gak ada tulisan apapun, gak ada alarm, bahkan kita gak tau film ini sudah mulai atau masih salah satu iklan Demokrat di bioskop. Ceritanya berawal beberapa jam setelah insiden penyerbuan gedung di The Raid pertama. Jika di The Raid pertama penyerbuan selesai pada sekitar siang hari, The Raid 2 menyambung pada kejadian-kejadian di sore harinya dengan beberapa eksekusi. Rama (Iko Uwais) terpaksa menyamar dan masuk ke jaringan mafia Jakarta untuk melindungi keluarganya. Dari situ, dia harus bertahan hidup di tengah-tengah peperangan antar geng.

Berbeda dari film sebelumnya, The Raid 2 lebih kaya akan plot dan penonton akan dibuat mengerti, gambaran yang lebih besar dari The Raid pertama. Perang antar geng, perebutan kekuasaan, dan dendam menjadi kemasan dari berbagai gerakan bela diri nusantara yang dipertunjukkan. Alur maju-mundur yang ditampilkan pada sekitar seperempat bagian pertama dikemas dengan superb untuk memperkenalkan beberapa karakter utama di film ini. Kompleksitas cerita di The Raid 2 juga sangat menghibur dan gak terkesan monoton. Iko Uwais yang berperan sebagai Rama masih memperlihatkan gerakan-gerakan bela diri yang fantastis. Jadi tetap, seperti The Raid pertama, penonton bakal kesulitan bernafas dengan jeda kebrutalan yang rapat.
             
          Jangan harap tokoh antagonisnya akan  seperti Tama (Ray Sahetapi) yang punya kegilaan seperti Joker. Gareth Evans gak terjebak pada kesuksesan membentuk karakter Tama dan membuat karakter-karakter antagonis yang berbeda lainnya. Sebut saja Bejo (Alex Abbad), bos pincang yang selalu mengumbar ambisi untuk melewati batasan, Bangun (Tio Pakusadewo), pemimpin keluarga mafia yang sangat cool, hingga Topan (Epy Kusnandar), pemilik perusahaan video porno dan mungkin sebagai ice breaking pertama dari berbagai adegan laga sebelumnya. Tentu jangan lupakan duo karakter yang menurut gue diciptakan dari sebuah kecerdasan yang langka, Hammer Girl (Julia Estelle) dan Baseball Bat Man (Very Tri Yulisman). Kedua karakter tersebut mencuri perhatian dari hiruk-pikuk perang antar geng. Jika Mad Dog di film pertama adalah headliner, di sini Yayan Ruhian memerankan tokoh yang lebih membumi, Prakoso. Sama-sama pembunuh yang beringas, tapi pada Prakoso lebih terlihat kerapuhan manusiawinya -- dan dia punya selera wanita yang bagus.
          
         Adegan pengejaran mobil di film ini adalah yang terbaik yang pernah gue tonton! Di sini gak cuma terlihat mobil saling bertabrakan, terguling, kaca pecah, orang pindah mobil, dan lain sebagainya. Adegan Rama berkelahi dalam mobil yang cukup panjang membuatnya terlihat sangat realistis. Dari sisi sinematografi, adegan ini kaya dengan berbagai angle kamera, membuat penonton dapat melihat adegan pengejaran dengan lebih komprehensif. Penonton akan dibuat terheran-heran dengan beberapa momen “bagaimana mereka membuat adegan itu?!”. Tapi mungkin pertanyaan yang paling mengherankan adalah, bagaimana mereka membuat jalanan Jakarta “sesepi” itu?
                
         Ada beberapa flaw yang cukup menggelitik seperti: hei, Rama punya kakus sendiri di selnya, untuk apa dia ke buang air di luar dan akhirnya membuat dia dikeroyok? Kemudian, entah apa yang datang ke pikiran gila-absurd-nan-cerdas Gareth Evans untuk membuat latar paling ‘random’ di film ini dan mungkin film Indonesia lainnya, salju di Jakarta. Awalnya gue mengira, film sedang menceritakan adegan di Jepang, tapi kemudian terlihat gerobak "Lomie Ayam". Lalu, yang cukup mengganggu, latar musik dengan intro yang aneh saat Rama tiba di apartemen barunya dan mengganti sim card handphone-nya. Terakhir, sub judul Redemption kayaknya lebih tepat disematkan di film kedua ini

How Brutal is it?

Seperti yang gue bilang sebelumnya, bernafas menjadi kegiatan paling langka saat nonton film ini. Beberapa formula kebrutalannya masih sama dengan The Raid pertama, tetapi banyak hal-hal baru di film kedua. Mungkin bisa gue sebutkan beberapa di antaranya, luka tusukan yang terlihat jelas dari lubang pagar, sayatan yang dalam dan lama, tubuh terlindas mobil, kepala pecah ditembak, dan lainnya. Tentang kepala pecah, kalian pasti pernah menonton Terminator 2: Judgement Day, di mana kepala T-1000 terbelah ditembak Schwarzenegger. Jika pada Terminator yang terlihat di kepala T-1000 adalah zat seperti logam cair, pada The Raid isinya adalah...ya isi kepala.

Secara keseluruhan, ini adalah film yang sangat harus ditonton para pencari ketegangan atau vampir haus darah. Film ini adalah sebuah Monalisa, Concorde, pendaratan pertama di bulan, karya yang patut dibanggakan oleh Gareth Evans dan mungkin perfilman Indonesia. Sebuah karya sadis yang entah bagaimana Gareth Evans atau orang lain akan menyaingi atau melebihinya lagi, tapi jika ada tentu akan luar biasa. Terakhir, saya turut berduka untuk para korban yang tewas mengenaskan di film ini demi menghibur penonton, baik polisi ataupun para kriminal. Pada saat melahirkan, ibu kalian tentu tidak menyangka dan tidak ingin anaknya menjadi kriminal dan mati secara mengenaskan. Istri dan anak kalian yang menunggu di rumah pasti tidak ingin bapaknya mati dengan kepala pecah berlumuran darah akibat dijedotkan ke tembok atau lantai berulang kali.  Well, paling tidak kematian kalian SPEKTAKULER!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar